Blora, Suarakeadilannews.id – 15 Juli 2025 . Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (PMD) Kabupaten Blora akan segera menindaklanjuti dugaan praktik galian C ilegal yang berkedok lelang penataan tanah kas desa di Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan. Hal ini disampaikan oleh Kepala Diinas PMD Kabupaten Blora melalui Kepala Bidang Administrasi Pemerintahan Desa Dinas PMD Kabupaten Blora, Wahyu Triatmoko, saat dikonfirmasi awak media di kantornya pada Selasa, 15 Juli 2025.
Wahyu Triatmoko menegaskan bahwa pihaknya akan segera berkoordinasi dengan instansi terkait dan melakukan klarifikasi terkait kasus yang sebelumnya sempat diberitakan pada 10 Juli 2025 tersebut. “Kami akan segera menindaklanjuti terkait pelelangan tanah kas desa di Mendenrejo dan akan berkoordinasi dengan instansi terkait” ujarnya.
Dugaan praktik penyelewengan aset desa berupa tanah kas desa ini mencuat setelah adanya informasi terkait lelang penataan tanah kas desa di Dukuh Parengan dan Dukuh Nglaren, Desa Mendenrejo. Pada 18 Juni 2025. Lelang yang dimenangkan oleh Saudara Rosidi dengan nilai Rp 260.000.000,- ini rencananya akan dimasukkan sebagai Pendapatan Asli Desa (PADes) untuk pembangunan kolam renang Wisata Goa Sentono.
Namun, di balik narasi “penataan tanah kas desa,” muncul kecurigaan bahwa proses ini justru menjadi kedok untuk aktivitas penambangan ilegal (Galian C). Kecurigaan semakin menguat setelah adanya percakapan WhatsApp antara seorang narasumber bernama Wahyu dengan Kepala Desa Mendenrejo, Supari, pada 22 Juni 2025. Dalam percakapan tersebut, Kepala Desa Supari menyatakan, “Terserah yang Pemenang lelang,” saat ditanya perihal legalitas limbah tanah dan pasir yang dihasilkan dan apakah boleh dibawa keluar lokasi.
Pernyataan tersebut menimbulkan indikasi adanya pembiaran atau persetujuan terhadap pemindahan material tanah dan pasir dalam jumlah besar ke luar desa oleh pemenang lelang. Jika material tersebut dikeruk dan dijual secara komersial, tindakan ini dapat dikategorikan sebagai aktivitas penambangan ilegal atau Galian C, yang bertentangan dengan peruntukan dan regulasi pengelolaan aset desa.
Praktik penjualan aset desa, apalagi yang berkedok “lelang penataan” namun faktanya adalah pengerukan dan penjualan material ke luar desa, merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan. Beberapa undang-undang yang dapat menjerat pelaku dalam kasus ini antara lain Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba), serta potensi pidana terkait penyalahgunaan wewenang atau tindak pidana korupsi sesuai Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pihak berwenang diharapkan dapat segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan ini guna memastikan transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset desa, serta mencegah penyalahgunaan wewenang yang merugikan keuangan negara dan masyarakat desa.




