x

Kabid SD dan Ketua LSM di Kabupaten Malang Angkat Bicara Terkait Maraknya Jual Beli LKS di Sekolah

waktu baca 3 menit
Sabtu, 30 Sep 2023 00:52 0 310 adminkeadilan

Malang, suarakeadilan.id – Meski sudah menerima dana bantuan operasional (BOS) di lembaga pendidikan mulai dari tingkat SD, SMP dan SMA Negeri, diduga masih menggunakan cara untuk meraup keuntungan pribadi dari penjualan buku ke peserta didiknya, hingga tidak jarang mengabaikan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No 2 tahun 2008 tentang Buku, pasal (11) melarang sekolah menjadi distributor atau pengecer buku kepada peserta didik.

Pada Undang – Undang No 3 tahun 2017 juga mengatur Sistem Perbukuan, tata kelola perbukuan yang dapat di pertanggung jawabkan secara menyeluruh dan terpadu, yang mencakup pemerolehan naskah, penerbitan, percetakan, pengembangan buku elektronik, pendistribusian, penggunaan, penyediaan dan pengawasan buku,” terang Suroso saat dimintai keterangan awak media Jumat (29/09/2023) siang.

Selain itu menurutnya, buku pegangan siswa dari sekolah diberikan secara gratis, dikarenakan di subsidi pemerintah melalui Dana Bantuan Operasional (BOS).

“Buku yang disubsidikan pemerintah tidak boleh di jual kepada siswa. Sementara buku LKS sendiri tidak diperjual belikan di sekolah, siswa berhak membeli LKS namun tidak di sekolah melainkan di toko buku, sesuai Pasal 64 ayat (1) Undang – Undang Sistem Perbukuan bahwa penjualan buku teks pendamping dan nonteks dilakukan melalui toko buku dan atau sarana lain,” jelas Suroso.

Ditambahkan Suroso,” Permendiknas No 2 tahun 2008 tentang perbukuan. Pasal (1) angka 10 Toko Buku termasuk ke dalam distributor eceran buku atau pengecer “Distributor eceran buku yang selanjutnya disebut pengecer adalah orang – perseroangan, kelompok orang atau badan hukum yang memperdagangkan buku dengan cara memebeli penerbit atau distributor dan menjualnya secara eceran kepada konsumen akhir”, dalam hal ini jika masih ditemukan ada tenaga pengajar atau guru disekolahan yang menjual secara langsung buku LKS kepada siswa patut dipertanyakan, karena tugas dan fungsi seorang guru adalah mengajar di Lembaga Pendidikan, dan di Sekolah tempatnya proses belajar mengajar bukan tempatnya berdagang buku,” imbuh Suroso dengan tegas.

Dalam hal ini faktanya dari pantaun awak media masih saja menjumpai masih ada penjualan buku LKS melalui koperasi. Ragam dalih pun bermacam – macam diantaranya untuk menunjang kegiatan belajar mengajar, sebagai pendamping, atau referensi pengetahuan bagi anak didik. Hal ini terkadang menjadi pembenaran, tanpa mengindahkan peraturan yang sudah jelas melarangnya.

Menyoal adanya praktik jual beli buku LKS. Larangan tersebut juga diatur jelas dan tegas di pasal 181a Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 tahun 2010 Tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, yang menyatakan pendidik dan tenaga kependidikan, baik perorangan maupun kolektif, dilarang menjual buku pelajaran, LKS, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, seragam sekolah, atau bahan pakaian seragam di satuan pendidikan. Berdasarkan pasal itu sudah jelas. Guru maupun karyawan di sekolah sama sekali tidak boleh menjual buku-buku maupun seragam di sekolah.

Komite sekolah pun dilarang menjual buku maupun seragam sekolah. Sebagaimana diatur dalam pasal 12a, Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (nomer 75 tahun 2020) Tentang Komite Sekolah.

Di pasal itu tertulis, Komite Sekolah, baik perorangan maupun kolektif dilarang menjual buku pelajaran, bahan ajar, pakaian seragam, atau bahan pakaian seragam di sekolah.

Jual beli seragam, buku pelajaran dan LKS yang dilakukan oleh merupakan maladministrasi, sebuah pelanggaran administrasi, dapat dikategorikan sebagai tindakan Pungutan Liar atau biasa disebut Pungli, yang dapat dikenakan sanksi pidana bagi pelakunya. Sehingga hal itu menjadi ranah penegak hukum. Sedangkan sanksi administrasi yang dimaksud adalah dengan melakukan mutasi atau pencopotan dari jabatan guru atau karyawan sekolah, sehingga kewenangan ini menjadi tanggung jawab pimpinan sekolah, kalau itu sekolah tentu pimpinan diatasnya berarti Dinas (Pendidikan) yang tentunya akan memberikan sanksi kepada Kepala Sekolah yang melakukan mal administrasi.

Seperti yang disampaikan Kabid SD Dinas Pendidikan Kabupaten Malang Kamelin beberapa hari yang lalu kepada awak media saat dikantornya mengatakan,” Tidak boleh, dan tidak dibenarkan lagi ada jual buku LKS di sekolah, karena sudah ada surat edaran akan hal itu, jika masih saja terjadi akan ada sanksi dan harus dikembalikan lagi uangnya ke wali murid,” ujarnya. (Heri)

Tidak ada komentar

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

LAINNYA
x