Tuban – Suarakeadilannews.id’ Aktivitas pertambangan kuarsa di Kabupaten Tuban semakin marak dilakukan. Salah satu diantaranya di Desa Latsari Kecamatan Bancar Kabupaten Tuban Jawa Timur.
Meskipun kegiatan tersebut memiliki risiko tinggi dan berdampak besar terhadap lingkungan, nyatanya aktivitas tambang kuarsa yang diduga ilegal tersebut hingga kini masih terus beroperasi dengan nyaman.
Keberadaan aktivitas tambang liar di Tuban ini perlu mendapat perhatian penuh dari Pemprov Jatim maupun Polda Jatim dalam melakukan penertiban.
Diduga keberadaan tambang tersebut menjadikan dampak keresahan masyarakat maupun dampak sosial serta dampak lingkungan yang berkepanjangan.
Menyikapi maraknya aktivitas tambang kuarsa tersebut, Pemkab Tuban dan aparat penegak hukum (APH) terkesan lemah dalam menyikapi, kenapa tidak, faktanya aktifitas tambang tersebut masih berlangsung secara masif.
Pengakuan dari warga masyarakat setempat pemilik tambang kuarsa tersebut berinisial (TNO). Diduga sebagai Carik desa diwilayah Kec. Bancar.
Jauh sebelumnya, Bupati Tuban Aditya Halindra Faridzky memberikan instruksi kepada semua pihak yang berkompeten maupun masyarakat di Tuban untuk bersama-sama membasmi aktivitas tambang liar.
Menurut Bupati Termuda tersebut, keberadaan tambang liar menjadi pemicu bencana banjir. Oleh karena itu harus diberantas.
Seperti diketahui, pada pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Undang-Undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, disebutkan bahwa orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000.
Spesifikasinya di atas meliputi pertambangan tanpa Izin Usaha Pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR) atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) sebagaimana dimaksud Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1) atau ayat (5).
Termasuk juga setiap orang yang memiliki IUP pada tahap eksplorasi, tetapi melakukan kegiatan operasi produksi, dipidana dengan pidana penjara diatur dalam pasal 160.
Sementara untuk tarif Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C paling tinggi sebesar 20% (dua puluh persen). Tarif Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C sebagaimana dimaksud ditetapkan dengan Peraturan Daerah.
Pajak galian golongan C merupakan salah satu bagian dari pajak kabupaten/ kota. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) Undang-Undang Nomor 34 Tahun 2000 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 18 Tahun 1997 Tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah
Selanjutnya dasar pengenaan Pajak Pengambilan dan Pengolahan Bahan Galian Golongan C adalah nilai jual hasil eksploitasi bahan galian golongan C.
Nilai jual sebagaimana dimaksud dihitung dengan mengalikan volume/tonase hasil eksploitasi dengan nilai pasar atau harga standar masing-masing jenis bahan galian golongan C.
SKN. ID
Tidak ada komentar