Suarakeadilannews.id Bogor,
Berbagai analisa dan pengamatan mahalnya harga beras serta sayur mayur dari berbagai macam para pemangku kepentingan adalah sebuah jawaban yang belum semua terkupas.
Tidak saja masalah gangguan cuaca atau berkurangnya lahan pertanian karena alih fungsi lahan yang tidak bisa di cegah, juga di dorong dengan mahalnya pupuk, benih, obat obatan, serta mahalnya tenaga buruh pertanian saat ini. Itu bukan inti permasalahannya.
Maka penulis mencoba mengupas inti permasalah tersebut dengan melihat jumlah petani saat ini yang semakin berkurang derastis, budaya hidup instan dan enggan memanfaatkan lingkungan agar bisa di tanami dengan berbagai macam sayuran atau menjadi sawah tidak tersentuh oleh para lapisan masyarakat.
Awak media ketika mencatat pembicaraan Prof DR Sutan Nasomal bahwa polemik krisis harga beras dan sayuran akan semakin tidak bisa di atasi oleh pemerintah bila gaya hidup instan masyarakat tidak bisa dirubah. (25/01/2024)
Kota kota besar begitu banyak memiliki lahan yang bisa di jadikan kebun dan sawah.
Desa desa subur juga memiliki lahan lahan yang dapat di fungsikan jadi perkebunan.
Pekarangan depan rumah atau di sudut sudut jalan bisa menjadi sumber hasil pertanian lokal.
Maka peranan RT RW Lurah/Kades Tokoh Pendidik dan Tokoh Masyarakat serta kecamatan harus mau bekerja keras menciptakan perkebunan di wilayahnya. Menanam padi menggunakan ember plastik bekas atau pot bekas adalah salah satu langkah positip yang bisa menghasilkan hasil pertanian yang berlimpah.
Bila di awal tahun 2024 harga beras sudah mahal dan masyarakat lemah mendapatkan kesulitan dalam membeli beras serta sayuran, agar terhindar dari permasalahan yang lebih besar. Maka menggalangkan sadar menanam harus terus di upayakan. Hal ini tidak boleh di jadikan seremonial pidato saja atau sekedar basa basi. Hasil pertanian adalah salah satu pertahanan negara dan masyarakat yang sangat utama.
Beberapa negara negara penghasil terbesar pertanian sudah mulai tidak lagi menjual hasil pertaniannya agar negara tersebut tidak mengalami kekurangan stok pangan.
Ini masalah serius yang harus masyarakat Indonesia di gerakkan untuk terjun langsung berkebun di pekarangannya dan memanfaatkan semua limbah ember untuk menjadi sawah atau kebun. Sadar mau bercocok tanam adalah modal utama agar krisis panjang ini bisa di atasi.
Bila harga beras semakin mahal hingga tembus di harga perkilonya Rp 20.000 atau 30.000 dampak yang terjadi pada masyarakat akan semakin memprihatinkan.
Peranan masyarakat di wilayah yang subur untuk bertani juga harus di galangkan dengan macam macam program pertanian dari Kelurahan PKK serta sekolah sekolah yang ada. Semangat bertani untuk pemuda pemudi produktif juga harus di buka dalam dunia pendidikan saat ini. Dengan tersedianya tekhnologi serta luasnya informasi saat ini adalah modal kedua, agar krisis harga harga yang semakin mahal bisa berganti dengan harga harga semakin murah.
Bila tiap kelurahan bisa menghasilkan pertanian yang bagus dengan jumlah hasil bercocok tanam beragam sayuran atau sawah. Dengan bekerja keras bersama mengatasi kelangkaan sayuran dan padi yang jelas harganya mahal saat ini akan bisa berganti lebih murah.
Metode bertani di halaman rumah dan kebun kecil sudah banyak contohnya di masyarakat atau di video video ragam sukses bertani dirumah.
Inti permasalahan saat adalah cara hidup instan telah memanjakan masyarakat luas yang memandang pekerjaan bertani itu tidak menguntungkan. Ini adalah hal keliru yang harus di jawab oleh para ahli pertanian dan para pemangku wilayah.
Mendidik kembali cara pola bertani yang benar dan memanfaatkan macam macam limbah ember plastik atau sejenisnya guna menjadi hal bermanfaat di pekarangan rumah jawaban sederhana yang penulis sampaikan.
Prof DR Sutan Nasomal menyampaikan pesan moral ini agar seluruh lapisan masyarakat semangat bertani.
Mau menunggu sampai kapan hal ini di galangkan di semua wilayah Kota dan Desa karena tiap bulan harga harga sayuran, beras, telur, daging, semakin mahal. Krisis pangan saat ini bukan main main lagi dan tidak boleh di pandang remeh.
Siapapun mampu menanam sayuran dan merawatnya agar bermanfaat. Bertani adalah ibadah yang selalu mengalir pahalanya untuk petaninya karena perbuatan yang sangat bermanfaat
“Dari sahabat Abu Ayub Al-Anshari ra, dari Rasulullah saw, ia bersabda, ‘Tiada seorang yang menanam pohon, melainkan Allah akan mencatat pahala baginya sekadar buah yang dihasilkan oleh pohon tersebut,'”
(HR Ahmad).
Sumber Prof DR Sutan Nasomal.
Tidak ada komentar