Mukomuko, SuarakeadilanNews id – Kedatangan Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) yang diwakili oleh Dirjen VII Penanganan Sengketa dan Konflik Pertanahan, Ilyas Tedjo Priyono dalam kunjungan kerja ke Bengkulu Selasa (25/07/2023). Yang salah satunya dalam rangka menindak lanjuti persoalan konflik agraria yang terjadi di wilayah Kecamatan Malin Deman, Kabupaten Mukomuko, Provinsi Bengkulu tepatnya eks Hak Guna Usaha (HGU) PT Bina Bumi Sejahtera (BBS).
Melalui Surat Keputusan Menteri Pertanahan Nomor 42/HGU/BPN/1995 negara memberikan hak penguasaan lahan seluas 1.889 hektare kepada PT BBS dan lahan tersebut ditelantarkan oleh penerima hak berdasarkan Surat No. 3207/22.15-500/VIII/2009 yang dikeluarkan oleh Kementerian ATR/BPN tahun 2009 .
Konflik lahan di atas Eks lahan PT. BBS ini terjadi sejak 26 tahun yang lalu tepatnya pada tahun 1997. Lahan ini terindikasi terlantar berdasarkan dan Pada tahun 2005 PT DDP mengklaim lahan tersebut dan mulai menggarap lahan dengan cara mengusir dan memaksa petani menerima kompensasi.
Bersamaan dengan upaya dari pemerintah pusat dalam penyelesaian konflik, keributan di eks lahan HGU PT BBS kembali terjadi (25/07/2023). Keributan ini kembali terjadi akibat pihak PT DDP melakukan blockade jalan saat petani ingin melakukan pengangkutan hasil panen di lahan Garapan Petani Maju Bersama yang Bernama M. Nazir.
Aksi yang dilakukan oleh pihak perusahaan ini memicu keributan dan menyebabkan petani dan pihak perusahaan Kembali bersitegang.
Suharto, selaku Petani Maju Bersama menyampaikan, setelah bersitegang beberapa saat dengan pihak perusahaan, akhirnya mobil yang membawa buah sawit bisa melintas dan mobil angkutan sawit ini dikejar oleh pihak PT DDP dengan menggunakan 2 unit Strada yang berisikan Aparat Kepolisian dan Brimob POLDA Bengkulu,” katanya.
“Setelah sampai di Desa Semambang Makmur, ada perintah dari AKBP Suwarno agar Aparat Penegak Hukum (APH) yang ada membawa buah sawit dan petani ke Polres. Petani mempertanyakan alasan APH mau membawa buah itu ke Polres dan berujung bentrok, ” ujar Suharto.
Beliau juga menambahkan, dari bentrok yang terjadi, paralegal petani yang bernama Reski Susanto dipaksa masuk ke dalam mobil perusahaan dan mendapatkan tidakan penganiayaan oleh Brimob dan Polisi dengan dorongan, tendangan, tinjuan dan pencekikan.
“Paralegal Petani sampai tersungkur di tanah karena dianiaya oleh APH yang ada. Dan hal ini menambah deretan korban konflik agraria yang terjadi. Ini juga menunjukkan bahwa PT DDP tidak mempedulikan usaha Pemerintah Daerah dan Pusat dalam upaya penyelesaian konflik,” tambah Suharto. (Sarjaya)
Tidak ada komentar