Banner Iklan
Berita DaerahDesajawa tengah

Diduga Kuat Ada Praktik Galian C Ilegal Berkedok Lelang Penataan Tanah Kas Desa di Mendenrejo, Blora

68
×

Diduga Kuat Ada Praktik Galian C Ilegal Berkedok Lelang Penataan Tanah Kas Desa di Mendenrejo, Blora

Sebarkan artikel ini

Blora, suarakeadilannews.id – 10 Juli 2025. Dugaan praktik penyelewengan aset desa berupa tanah kas desa kembali mencuat di Kabupaten Blora. Kali ini, sorotan tertuju pada Desa Mendenrejo, Kecamatan Kradenan, Blora, terkait dugaan penambangan ilegal (Galian C) yang berkedok lelang penataan tanah kas desa. Tanah dan pasir dari aset desa tersebut diduga kuat dikeruk dan dijual ke luar desa, sebuah tindakan yang melanggar regulasi dan berpotensi pidana.

Indikasi awal muncul setelah dilaksanakannya Musyawarah Desa (Musdes) pada Rabu, 18 Juni 2025, di Kantor Desa Mendenrejo, yang membahas lelang penataan tanah kas desa di Dukuh Parengan. Musdes yang dihadiri oleh berbagai pihak, termasuk DPRD Kabupaten Blora, Forkompincam Kradenan, Kepala Desa, perangkat desa, BPD, LKMD, RT, RW, dan tokoh masyarakat, memutuskan bahwa pemenang lelang penataan tanah kas di Dukuh Nglaren dan Dukuh Parengan adalah Saudara Rosidi dengan nominal Rp 260.000.000,-. Hasil lelang ini direncanakan akan dimasukkan dalam Perubahan Anggaran Pendapatan Tahun 2025 sebagai Pendapatan Asli Desa (PADes) dan digunakan untuk pembangunan kolam renang Wisata Goa Sentono.

Namun, di balik narasi “penataan tanah kas desa,” muncul kecurigaan bahwa proses ini justru menjadi kedok untuk aktivitas penambangan ilegal. Dugaan ini semakin menguat setelah adanya konfirmasi dari seorang narasumber bernama Wahyu kepada Kepala Desa Mendenrejo, Supari, pada 22 Juni 2025. Dalam percakapan whatsapp tersebut, Wahyu menanyakan perihal legalitas limbah tanah dan pasir yang dihasilkan selama “penataan” dan apakah boleh dibawa keluar lokasi bekas tambang. Jawaban Kepala Desa Supari yang menyatakan, “Terserah yang Pemenang lelang,” justru menimbulkan pertanyaan besar.

Jawaban ini mengindikasikan adanya pembiaran atau bahkan persetujuan terhadap pemindahan material tanah dan pasir dalam jumlah besar ke luar desa oleh pemenang lelang, yang seolah-olah hanya bertujuan menata tanah. Padahal, jika material tersebut dikeruk dan dijual secara komersial, hal ini dapat dikategorikan sebagai aktivitas penambangan ilegal atau Galian C, yang tidak sesuai dengan peruntukan dan regulasi pengelolaan aset desa.

Praktik penjualan aset desa, apalagi berkedok “lelang penataan” namun faktanya adalah pengerukan dan penjualan material ke luar desa, merupakan pelanggaran serius terhadap peraturan perundang-undangan. Beberapa undang-undang yang dapat menjerat pelaku dalam kasus ini antara lain:

* Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa: Pasal 77 dan Pasal 78 mengatur tentang pengelolaan aset desa yang harus dilakukan sesuai dengan kewenangan dan peruntukannya untuk kepentingan masyarakat desa. Penyelewengan aset desa dapat diancam dengan pidana.

* Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba): Kegiatan pengerukan tanah dan pasir dalam skala besar tanpa izin yang sah dapat dikategorikan sebagai pertambangan tanpa izin (PETI) atau Galian C ilegal. Pasal 158 UU Minerba mengancam setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 100 miliar.

* Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP): Jika terbukti ada unsur kesengajaan untuk mengambil keuntungan pribadi atau kelompok dari penjualan aset desa secara ilegal, dapat dikenakan pasal-pasal terkait penyalahgunaan wewenang, penggelapan, atau tindak pidana korupsi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.

Pihak berwenang diharapkan dapat segera melakukan penyelidikan menyeluruh terhadap dugaan ini untuk memastikan apakah “lelang penataan tanah kas desa” di Mendenrejo telah sesuai dengan regulasi atau justru menjadi pintu masuk bagi praktik penambangan ilegal yang merugikan keuangan negara dan masyarakat desa. Transparansi dan akuntabilitas dalam pengelolaan aset desa adalah kunci untuk mencegah penyalahgunaan wewenang dan menjaga kepercayaan publik.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *